Bulan Muharram merupakan salah satu bulan haram (bulan suci) dalam Islam yang memiliki banyak keutamaan. Dalam kalender hijriah, Muharram adalah awal tahun dan dijuluki oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai “Syahrullah” — bulan Allah. Penamaan ini menunjukkan kehormatan serta nilai ibadah yang sangat dianjurkan untuk ditingkatkan, termasuk amalan puasa sunah pada bulan Muharram.
Anjuran Rasulullah ﷺ untuk Puasa Muharram
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram.”
(HR. Muslim no. 1163)
Hadits ini menunjukkan bahwa Muharram memiliki keutamaan yang sangat besar setelah bulan Ramadan. Karenanya, para ulama menyebutkan bahwa puasa sunah yang paling afdhal (utama) adalah puasa di bulan ini, khususnya pada hari kesepuluh, yaitu Hari Asyura (10 Muharram).
Puasa Tasu’a dan Asyura: Sunnah yang Dihidupkan
Rasulullah ﷺ menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram. Umat Islam menyebut puasa ini sebagai Puasa Tasu’a untuk membedakan diri dari kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Rasulullah ﷺ menyampaikan anjuran ini dalam sebuah hadits:
“Jika aku masih hidup tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada tanggal sembilan.”
(HR. Muslim no. 1134)
Karena itu, Rasulullah ﷺ menganjurkan umat Islam untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, atau menambahkannya dengan tanggal 11, sebagai bentuk kehati-hatian dan untuk menyempurnakan ibadah.
Hadits Tentang Keutamaan Puasa Asyura
Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan umat Islam untuk berpuasa pada hari Asyura karena puasa ini memiliki keutamaan besar, yaitu menghapus dosa-dosa kecil selama satu tahun sebelumnya:
“Puasa hari Asyura, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim no. 1162)
Para ulama menjelaskan bahwa Allah menghapus dosa-dosa kecil selama setahun sebelumnya sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba yang mengamalkan sunnah Rasulullah ﷺ, termasuk berpuasa di hari Asyura..
Niat Puasa Muharram: Bacaan dan Perbedaan Pendapat
Dalam pelaksanaan ibadah puasa sunah, niat merupakan syarat sah yang harus kita penuhi. Namun, ada dua pendapat ulama terkait waktu dan bentuk niat puasa sunah seperti Muharram:
1. Pendapat Mayoritas Ulama
Niat harus dilakukan di malam hari sebelum fajar, sebagaimana niat dalam puasa Ramadan.
Contoh bacaan niat:
“Nawaitu shauma ghadin ‘an sunnati ‘Asyura lillâhi ta’âlâ.”
Artinya: Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah Ta’ala.
2. Pendapat Ulama Madzhab Malikiyah dan Hanabilah
Ulama membolehkan seseorang berniat puasa sunah di pagi hari, selama sejak terbit fajar ia belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Mereka mendasarkan pendapat ini pada beberapa riwayat yang menyebut bahwa Rasulullah ﷺ pernah berniat puasa sunah di tengah hari.
Maka, jika seseorang belum makan sejak fajar dan baru berniat pukul 9 pagi misalnya, puasanya tetap sah menurut pendapat ini.
Hikmah dan Manfaat Puasa Muharram
Melaksanakan puasa di bulan Muharram bukan hanya bentuk ketaatan kepada Allah, namun juga membawa banyak hikmah:
- Pembersih dosa setahun lalu (khususnya untuk hari Asyura)
- Melatih ketakwaan dan keikhlasan, karena puasa sunah lebih menuntut konsistensi pribadi.
- Meneladani Rasulullah ﷺ yang sangat mencintai amalan ini.
- Manfaat kesehatan dari sisi medis karena memberikan waktu istirahat bagi sistem pencernaan.
Puasa ini juga menjadi media untuk menghidupkan tahun baru Hijriyah dengan amal baik — bukan dengan perayaan yang tidak berdasar syariat.
Kesimpulan dan Ajakan
Puasa Muharram adalah ibadah ringan namun memiliki pahala yang sangat besar. Dari hadits-hadits di atas, terlihat jelas bagaimana Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan umatnya untuk berpuasa, khususnya pada hari Tasu’a dan Asyura.
Dengan memahami dalil, niat yang benar, serta hikmah yang terkandung, semoga kita termasuk orang-orang yang mampu menghidupkan sunnah dan memperoleh keutamaannya.
Mari semarakkan tahun baru Hijriyah dengan amalan terbaik!